Dukungan Spontan dan Tindakan Heroik
Dari Berbagai Daerah Terhadap Pembentukan Negara dan Pemerintah RI
Kemerdekaan
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan yang
luar biasa di berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut ini
dukungan terhadap pembentukan Negara Republik Indonesia.
1. Di Sulawesi
Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan
pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan
dukungannya terhadap Negara Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas
raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan
Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur Republik di
Sulawesi.
2. Raja-raja Bali
juga mengakui kekuasaan Republik.
3. Empat raja di
Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman
Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal
September 1945. Dukungan yang sangat penting ditunjukkan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dari Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya
tanggal 5 September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono
IX menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan
sebagai Daerah Istimewa dalam Negara
Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang cukup
berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat. Sesuai dengan konsep
negara kesatuan yang dianut Indonesia, tidak akan ada negara di dalam negara.
Kalau hal tersebut terjadi akan memudahkan bangsa asing mengadu domba.
Dukungan
terhadap negara kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia juga datang dari
rakyat dan pemuda. Berikut ini beberapa
peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan terhadap Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
1. Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi,
Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di
Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal
Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda
dianggap terlalu berhati-hati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan
merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi
polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati
(Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP.
Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran.
Akibat peristiwa tersebut, pasukan Australia yang telah ada bergerak dan
melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakanpemuda dipindahkan dari
Ujungpandang ke Polombangkeng.
2. Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda,
seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka
berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi
mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka
melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun
gerakan ini gagal.
3. Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan
senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil
ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan
pasukan pendudukan Australia.
4. Rapat Raksasa di
Lapangan Ikada
Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik
Djakarta) tanggal 19 September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam
pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tank-tank,
berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta
sejumlah menteri.
Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden
Soekarno menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan agar rakyat memberi
kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan tunduk
kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir bubar
dan tenang.
5. Terjadinya
Insiden Bendera di HotelYamato, Surabaya
Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika
orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu
segerombolan pasukan Sekutu. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera
mereka di puncak Hotel Yamato. Hal
tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda,
setelah permintaan Residen Sudirman untuk me- nurunkan bendera Belanda ditolak
penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil
memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya.
Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
6. Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai
tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi
pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka
memaksa agar orang-orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada orang
Indonesia. Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan
di daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada
hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
7. Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan
pada tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani
bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah
Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke kantornya
masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan
Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia.
Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang
Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
8. Pertempuran Lima
Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 – 20
Oktober 1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang
akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata
memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang. Tawanan-tawanan tersebut
menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Situasi bertambah hangat
dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum di desa Candi telah
diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum tersebut meninggal
ditembak oleh Jepang.
Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15 Oktober 1945 di
Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti setelah
pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian
dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk
mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka
dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasanSimpang Lima, Semarang.
9. Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut
pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie
Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan
Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
10. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang
mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama
Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti
demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih
dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945, tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek
NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
11. Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam,
meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14
Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan
Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di
Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia
antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E.
Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua
pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut
para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang
perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di Yogyakarta
dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch. Taulu. Pemerintah
sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen dipilih B.W.
Lapian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar