Rabu, 09 Januari 2013

Perbedaan Perseptif Antar Kelompok


Perbedaan Perseptif Antar Kelompok Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Kekalahan Jepang Dalam perang Asia Timur Raya memberikan dapat yang besar bagi Indonesia.
Kekalahan ini membuat munculnya akan kebijakan-kebijakan terkait dibentuknya Indonesia sebagai negara merdeka melalui langkah langkah BPUPKI. Dengan kekalahan Jepang, bangsa Indonesia semakin tidak sabar untuk memproklamasikan kemerdekaan yang akhirnya memicu terjadinya peristiwa Rengasdenklok tanggal 16 Agustus 1945 yang akhirya terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
PPKI tidak sama dengan BPUPKI, karena keanggotaannya tidak melibatkan Jepang. Konsep dasar negara Pancasila, rancangan undang-undang dasar walaupun merupakan produk BPUPKI, tetapi secara  yuridis formal  disahkan oleh PPKI.
Rombongan Ir. Soekarno, Hatta, dan Radjiman tiba di tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945. Sementara di tanah air terdengar kabar bahwa Jepang sudah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Berita ini dengan cepat tersebar di kalangan pemuda sehingga pada pukul 4 sore Sjahrir menjumpai Hatta, menceritakan keadaannya tentang cerita itu dan mendesak supaya membuat proklamasi di luar kerangka PPKI.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang kepada Sekutu diterima melalui siaran radio di Jakarta. Siaran ini terutama didengar oleh golongan muda Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Aidit, Darwis, Djohar Nur, Wikana dan yang lainnya. Perbedaan waktu, kapan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Golongan tua  tetap pada perjanjiannya dengan Terauchi yaitu setelah rapat PPKI, sedangkan golongan muda menghendaki secepatnya, paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. lni artinya tanggal 17 Agustus 1945 adalah di luar kehendak kedua golongan tersebut.
Dalam peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, masalah antara kedua kelompok ini ternyata muncul dan merebak ke permukaan hingga sempat terjadi ketegangan di antara mereka. Ketegangan itu muncul sebagai akibat perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu Sutan Sjahrir merasa gelisah karena telah terdengar bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah kepada Sekutu, Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan oleh Soekarno-Hatta tanpa harus menunggu izin dari Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno, Hatta, RadjimanWediodiningrat dari Dalat, ia segera datang ke rumah Bung Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Sjahrir, maka diajaknya ke rumah Bung Karno. Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangannya Sutan Sjahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan Sjahrir dengan alasan bahwa Bung Karno hanya bersedia melaksanakan proklamasi, jika tetah diadakan pertemuan anggota-anggota PPKI yang lain. Selain itu Soekarno akan mencoba dulu untuk meneliti kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut sebelum mengadakan tindakan yang menentukan demi masa depan bangsanya.

Sikap Bung Karno dan Bung Hatta tersebut memang beralasan karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka itu harus dipertahankan terhadap Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin mempertahankan jajahannya atas Indonesia. Jadi dengan demikian Negara Indonesia Merdeka harus dipertahankan terhadap dua lawan sekaligus. Hal ini akan berlainan, jika proklamasi dilaksanakan di dalam konteks PPKI, karena Jepang tidak akan memusuhinya.
Sutan Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) dan di sana ia bertemu dengan para pemuda yaitu Sukarni. BM. Diah, Sayuti Melik dan lain-lain. Kemudian dilaporkan apa yang baru terjadi di kediaman Bung Karno dan Bung Hatta. Mendengar berita itu kelompok muda menghendaki agar Soekarno-Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Menurut golongan muda tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.
Golongan muda ini kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945. Yang hadir adalah Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat Itu dipimpin oleh Chairul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan, hubungan, dan janji kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.
Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambill keputusan untuk mendesak Bung Karno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temannya untuk menemui Bung Karno adalah Wikana dan Darwis. Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Bung Karno jam 22.30 waktu Jawa zaman Jepang atau sekitar pukul 22.00 WIB di kediamannya, Jalan pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Bung Karno belum bersedia melepaskan ikatannya dengan Jepang, yang berarti belum bersedia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan antara Bung Karno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan ini Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno pada keesokan harinya. Wikana yang pernah menjadi anak emas Soekarno dengan terang-terangan mengatakan bahwa Soekarno sedang gagal berbuat sebagai bapak.
Para pemuda itu kembali berapat di jalan Cikini No. 71 Jakarta dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan, dengan penolakan Soekarno – Hatta. Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengkok, karena letaknya yang terpencil.
Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang juga agar keduanya mau segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu jaman Jepang  atau pukul 04.00 WIB penculikan dilaksanakan.
Walaupun diculik Soekarno – Hatta tetap berpegang teguh pada prinsipnya. Sikap teguh Soekarno – Hatta karena mereka belum percaya akan berita yang diberikan pemuda kepada mereka, dan berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta.
Achmad Subardjo sibuk mencari informasi kebenaran tentang penyerahan Jepang kepada Sekutu yang tiba-tiba dikagetkan dengan hilangnya Soekarno – Hatta. Keberadaan Soekarno-Hatta akhirnya diketahui dari Wikana, ketika itu juga Achmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehingga pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta.
Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Soebardjo yang di ikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Untuk itu maka Soekarno dan Moh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri atas Achmad Soebardjo, Sudiro, dan Jusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno dan Moh. Hatta diamankan oleh pemuda. Perlu ditambahkan juga, di samping Soekarno dan Moh. Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra.
Peranan Achmad Soebardjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00. WIB. ini dapat dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi PETA setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Sampai di Jakarta sudah pukul 23.00 malam. Untuk menginap di Hotel Des Indes dalam rangka rapat penyusunan teks proklamasi ditolak oleh pihak hotel dengan alasan sudah lebih pukul 10.00 malam. Achmad Soebardio kemudian menghubungi temannya yaitu Laksamana Muda Maeda untuk meminta bantuannya. Laksamana Muda Maeda mengijinkan rumahnya sebagai tempat menyusun naskah Proklamasi. Beliau berjanji akan menjaga keselamatannya selagi masih di dalam rumahnya.
Peristiwa yang terjadi di Jepang, yaitu dibombardirnya Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Hiroshima 9 Agustus 1945 oleh Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat ternyata membawa dampak yang besar bagi perjuangan Indonesia. Realisasi Indonesia akan menjadi negara yang merdeka bukan hanya khayalan seperti apa yang sudah dijanjikan oleh Perdana Menteri Koiso dan apa yang sudah dipersiapkan oleh BPUPKI tidak sia-sia. Ini dibuktikan dengan dipanggilnya tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Radjiman Widyodiningrat ke Dalat, Saigon (Vietnam). Kedatangan mereka dalam rangka menanggapi panggilan Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara Marsekal Terauchi. Sebelum mereka berangkat terjadi peristiwa penting yang terjadi di Indonesia yaitu pada tanggal 7 Agustus 1945 terjadinya perubahan nama dari BPUPKI menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar