Perbedaan Perseptif
Antar Kelompok Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Kekalahan Jepang Dalam perang
Asia Timur Raya memberikan dapat yang besar bagi Indonesia.
Kekalahan ini membuat munculnya
akan kebijakan-kebijakan terkait dibentuknya Indonesia sebagai negara merdeka
melalui langkah langkah BPUPKI. Dengan kekalahan Jepang, bangsa Indonesia
semakin tidak sabar untuk memproklamasikan kemerdekaan yang akhirnya memicu
terjadinya peristiwa Rengasdenklok tanggal 16 Agustus 1945 yang akhirya
terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
PPKI tidak sama dengan BPUPKI, karena keanggotaannya tidak
melibatkan Jepang. Konsep dasar negara Pancasila, rancangan undang-undang dasar
walaupun merupakan produk BPUPKI, tetapi secara
yuridis formal disahkan oleh
PPKI.
Rombongan Ir. Soekarno, Hatta, dan Radjiman tiba di tanah
air pada tanggal 14 Agustus 1945. Sementara di tanah air terdengar kabar bahwa
Jepang sudah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Berita
ini dengan cepat tersebar di kalangan pemuda sehingga pada pukul 4 sore Sjahrir
menjumpai Hatta, menceritakan keadaannya tentang cerita itu dan mendesak supaya
membuat proklamasi di luar kerangka PPKI.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito mengumumkan
penyerahan Jepang kepada Sekutu diterima melalui siaran radio di Jakarta.
Siaran ini terutama didengar oleh golongan muda Chaerul Saleh, Abubakar Lubis,
Aidit, Darwis, Djohar Nur, Wikana dan yang lainnya. Perbedaan waktu, kapan
proklamasi kemerdekaan dilaksanakan menyebabkan terjadinya peristiwa
Rengasdengklok. Golongan tua tetap pada
perjanjiannya dengan Terauchi yaitu setelah rapat PPKI, sedangkan golongan muda
menghendaki secepatnya, paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. lni artinya
tanggal 17 Agustus 1945 adalah di luar kehendak kedua golongan tersebut.
Dalam peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia,
masalah antara kedua kelompok ini ternyata muncul dan merebak ke permukaan
hingga sempat terjadi ketegangan di antara mereka. Ketegangan itu muncul
sebagai akibat perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Sementara itu Sutan Sjahrir merasa gelisah karena telah
terdengar bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah kepada Sekutu,
Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan
Indonesia segera dilaksanakan oleh Soekarno-Hatta tanpa harus menunggu izin
dari Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno, Hatta,
RadjimanWediodiningrat dari Dalat, ia segera datang ke rumah Bung Hatta untuk
segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Sjahrir,
maka diajaknya ke rumah Bung Karno. Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud
kedatangannya Sutan Sjahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan
Sjahrir dengan alasan bahwa Bung Karno hanya bersedia melaksanakan proklamasi,
jika tetah diadakan pertemuan anggota-anggota PPKI yang lain. Selain itu Soekarno
akan mencoba dulu untuk meneliti kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut
sebelum mengadakan tindakan yang menentukan demi masa depan bangsanya.
Sikap Bung Karno dan Bung Hatta tersebut memang beralasan
karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka
itu harus dipertahankan terhadap Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan
sekaligus tentara Jepang yang ingin mempertahankan jajahannya atas Indonesia.
Jadi dengan demikian Negara Indonesia Merdeka harus dipertahankan terhadap dua
lawan sekaligus. Hal ini akan berlainan, jika proklamasi dilaksanakan di dalam
konteks PPKI, karena Jepang tidak akan memusuhinya.
Sutan Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para
pemuda) dan di sana ia bertemu dengan para pemuda yaitu Sukarni. BM. Diah,
Sayuti Melik dan lain-lain. Kemudian dilaporkan apa yang baru terjadi di
kediaman Bung Karno dan Bung Hatta. Mendengar berita itu kelompok muda
menghendaki agar Soekarno-Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Menurut golongan muda tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia
menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa
Indonesia harus segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi
mencapai kemerdekaan.
Golongan muda ini kemudian mengadakan rapat di salah satu
ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15
Agustus 1945. Yang hadir adalah Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio,
Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat Itu dipimpin oleh Chairul Saleh dengan
menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat
digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan, hubungan, dan janji
kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan
proklamasi.
Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambill
keputusan untuk mendesak Bung Karno agar bersedia melaksanakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat
kepercayaan dari teman-temannya untuk menemui Bung Karno adalah Wikana dan
Darwis. Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Bung
Karno jam 22.30 waktu Jawa zaman Jepang atau sekitar pukul 22.00 WIB di
kediamannya, Jalan pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Bung
Karno belum bersedia melepaskan ikatannya dengan Jepang, yang berarti belum
bersedia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi
perdebatan antara Bung Karno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan ini
Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno pada keesokan
harinya. Wikana yang pernah menjadi anak emas Soekarno dengan terang-terangan
mengatakan bahwa Soekarno sedang gagal berbuat sebagai bapak.
Para pemuda itu kembali berapat di jalan Cikini No. 71
Jakarta dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan, dengan
penolakan Soekarno – Hatta. Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh
yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu
harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang
direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan
itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda
memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengkok, karena
letaknya yang terpencil.
Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan
Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan
Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan
latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan
demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan
tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah
Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan
mereka dari pengaruh Jepang juga agar keduanya mau segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada tanggal
16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu jaman Jepang atau pukul 04.00 WIB penculikan dilaksanakan.
Walaupun diculik Soekarno – Hatta tetap berpegang teguh pada
prinsipnya. Sikap teguh Soekarno – Hatta karena mereka belum percaya akan
berita yang diberikan pemuda kepada mereka, dan berita resmi dari Jepang
sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim
ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui
persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta.
Achmad Subardjo sibuk mencari informasi kebenaran tentang
penyerahan Jepang kepada Sekutu yang tiba-tiba dikagetkan dengan hilangnya
Soekarno – Hatta. Keberadaan Soekarno-Hatta akhirnya diketahui dari Wikana,
ketika itu juga Achmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil
meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehingga pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari
Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta.
Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara
golongan tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk
mengadakan proklamasi di Jakarta. Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin
keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf
Kunto dari pihak pemuda dan Soebardjo yang di ikuti oleh sekretaris pribadinya
mbah Diro menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan
tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil
untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan
secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara
golongan tua dan muda. Untuk itu maka Soekarno dan Moh. Hatta harus terlebih
dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri atas
Achmad Soebardjo, Sudiro, dan Jusuf Kunto segera berangkat menuju
Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno dan Moh. Hatta diamankan oleh pemuda.
Perlu ditambahkan juga, di samping Soekarno dan Moh. Hatta ikut serta pula
Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra.
Peranan Achmad Soebardjo sangat penting dalam peristiwa ini,
karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan
keesokan harinya paling lambat pukul 12.00. WIB. ini dapat dikabulkan dengan
jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi PETA
setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Sampai di Jakarta sudah
pukul 23.00 malam. Untuk menginap di Hotel Des Indes dalam rangka rapat
penyusunan teks proklamasi ditolak oleh pihak hotel dengan alasan sudah lebih
pukul 10.00 malam. Achmad Soebardio kemudian menghubungi temannya yaitu
Laksamana Muda Maeda untuk meminta bantuannya. Laksamana Muda Maeda mengijinkan
rumahnya sebagai tempat menyusun naskah Proklamasi. Beliau berjanji akan
menjaga keselamatannya selagi masih di dalam rumahnya.
Peristiwa yang terjadi di
Jepang, yaitu dibombardirnya Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Hiroshima 9
Agustus 1945 oleh Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat ternyata membawa
dampak yang besar bagi perjuangan Indonesia. Realisasi Indonesia akan menjadi
negara yang merdeka bukan hanya khayalan seperti apa yang sudah dijanjikan oleh
Perdana Menteri Koiso dan apa yang sudah dipersiapkan oleh BPUPKI tidak
sia-sia. Ini dibuktikan dengan dipanggilnya tokoh-tokoh nasionalis Indonesia
seperti Soekarno, Hatta, Radjiman Widyodiningrat ke Dalat, Saigon (Vietnam).
Kedatangan mereka dalam rangka menanggapi panggilan Panglima Angkatan Perang
Jepang di Asia Tenggara Marsekal Terauchi. Sebelum mereka berangkat terjadi
peristiwa penting yang terjadi di Indonesia yaitu pada tanggal 7 Agustus 1945
terjadinya perubahan nama dari BPUPKI menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar